Selasa, 15 Oktober 2024

Rumah: Berbentuk Bangunan atau Seseorang?

 


Rumah: Berbentuk Bangunan atau Seseorang?


Apa yang pertama kali terlintas di pikiranmu, Saat kamu mendengar kata "Rumah" ? Apakah itu bangunan dengan dinding kokoh, atap yang selalu melindungi, dan pintu yang siap menyambutmu kapan pun kamu pulang? Atau mungkin, rumah adalah sesuatu yang lebih dari sekadar benda fisik—tempat yang tidak bisa digambarkan dengan peta, melainkan dengan hati? Bagiku, rumah itu dua hal; bisa jadi bangunan, tapi bisa juga seseorang.

    Rumah, dalam pengertian fisik, adalah tempat yang penuh kenyamanan. Tempat di mana kamu meletakkan kepala saat malam, bangunan yang selalu berdiri tegak untukmu. Aku ingat dulu, rumah selalu berarti sebuah alamat—tempat kita tumbuh besar, yang penuh dengan kenangan masa kecil. Dindingnya menyimpan begitu banyak cerita, ruang tamunya yang  menjadi saksi tawa keluarga, dan dapurnya beraroma masakan ibu yang hangat. Di sana, aku merasa aman. Dinding-dindingnya seolah berbicara padaku, "Tak perlu khawatir, kau selalu punya tempat untuk pulang." Tapi semakin dewasa, aku menyadari bahwa kadang rumah tidak selalu berarti fisik. Kita bisa berada di gedung yang mewah, tapi masih merasa kesepian. Sebaliknya, ada kalanya kita hanya duduk di bangku taman dengan seseorang yang kita cintai, dan itu sudah terasa seperti "rumah".

    Namun, seiring bertambahnya usia, aku menyadari bahwa "rumah" bukan hanya tentang tempat, melainkan tentang perasaan "pulang" yang bisa kamu rasakan dari seseorang. Ada saat-saat dalam hidupku ketika meskipun berada di rumah sendiri, aku tetap merasa jauh dari rumah. Tapi ketika aku bersama seseorang yang benar-benar mengerti, mendengarkan, dan selalu ada di sisiku, tiba-tiba dunia terasa lebih hangat dan nyaman. Saat itu aku sadar, "Rumah bukan hanya sekadar bangunan; rumah bisa berupa seseorang". Rumah bisa jadi adalah dia yang dengan kehadirannya membuat dunia terasa lebih ringan. Di mana, bersama mereka, kita merasa tidak perlu berpura-pura atau menjadi seseorang yang bukan diri kita. Rumah adalah perasaan aman yang timbul saat kita berada di dekat orang yang kita sayangi, orang yang mampu membuat kita merasa utuh, meskipun segala hal di luar terasa kacau.

    Dalam hidup, kita semua sedang dalam perjalanan mencari rumah. Kadang, kita menemukannya di dalam dinding rumah keluarga yang hangat. Kadang, kita menemukannya dalam pelukan seseorang yang selalu ada di saat-saat tersulit. Dan terkadang, rumah adalah kombinasi dari keduanya—tempat di mana kita bisa merasa aman secara fisik dan emosional. Bagi setiap orang, rumah mungkin memiliki makna yang berbeda. Ada yang menemukannya dalam kebersamaan dengan teman-teman terdekat, ada yang menemukannya dalam sunyi, di ruang mereka sendiri. Namun satu hal yang pasti, rumah adalah tempat di mana kita bisa meletakkan hati kita, merasa tenang, dan diterima tanpa syarat.

    Namun kita sering kali lupa, adalah bahwa rumah juga bisa ditemukan di dalam diri kita sendiri. Ketika kita belajar menerima diri kita apa adanya, mencintai setiap kelemahan dan kekuatan yang kita miliki, kita menciptakan ruang aman bagi hati kita sendiri. Di saat-saat ketika orang lain mungkin tidak bisa hadir untuk kita, rumah dalam diri bisa menjadi tempat kita berlabuh. Sebuah tempat di mana kita bisa merasakan kedamaian dan ketenangan, meskipun dunia di luar terasa kacau.jadikan dirimu sendiri sebagai rumah ternyaman untuk kamu pulang.

    Jadi, apa arti rumah bagimu? Apakah rumah adalah bangunan yang melindungi dan menyimpan kenangan masa lalu, atau seseorang yang dengan kehadirannya membuatmu merasa aman dan nyaman? Mungkin, rumah adalah keduanya. Atau mungkin, rumah adalah apa pun yang bisa membuat kita merasa bahwa kita selalu punya tempat untuk pulang, baik itu secara fisik maupun emosional. Dan jika kamu masih mencari rumahmu, percayalah bahwa kamu akan menemukannya. Dalam bentuk apa pun itu, rumah adalah tempat di mana kamu merasa dicintai, diterima, dan selalu memiliki tempat untuk kembali. ☺☺☺

Aku ingin mendengar cerita dan pemikiranmu tentang arti rumah. Apakah rumah bagi kamu adalah tempat, seseorang, atau bahkan kedamaian dalam diri sendiri? Bagikan pendapat atau ceritamu di kolom komentar. Aku sangat senang jika kita bisa saling berbagi dan belajar satu sama lain.  Peluk Hangat.....




Selasa, 08 Oktober 2024

Jejak Nusantara di Yogyakarta


                                   

                                         Jejak Nusantara di Yogyakarta 

    Malam itu, saya mendapat notifikasi email dari Kampus Merdeka yang bikin jantung berdegup kencang—saya terpilih untuk mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka ke Yogyakarta, tepatnya di Universitas Amikom. Rasanya campur aduk! Di satu sisi, seneng banget karena Yogyakarta adalah kota impian saya sejak SMA. Tapi di sisi lain, ada rasa sedih karena harus meninggalkan keluarga dan tinggal jauh dari mereka.

    Setelah dinyatakan lolos, saya langsung cari info sebanyak mungkin tentang Yogya. Mulai dari makanan enak sampai tempat-tempat yang wajib dikunjungi. Dan akhirnya, pada 1 September, kami yang dari Aceh tiba di Bandara Internasional Yogyakarta. Rasanya campur aduk—haru, gugup, tapi juga excited banget! Ini pertama kalinya saya ke Yogya, dan semuanya terasa baru dan asing. Untungnya, saya ketemu teman-teman baru yang asyik dan cepat akrab, jadi adaptasi pun jadi lebih mudah dan menyenangkan. Setiap hari ada aja hal baru yang saya pelajari.

    Beberapa hari setelah tiba, pihak kampus Amikom mengadakan acara penyambutan untuk mahasiswa PMM3 INBOUND. Hari pertama itu, kami semua berkumpul dan memperkenalkan daerah masing-masing. Seru banget melihat teman-teman dari berbagai penjuru Indonesia, dari ujung timur sampai ujung barat. Dan Yogya menjadi titik tengah yang menyatukan kami semua.

    Selama kuliah di Amikom, saya ambil jurusan yang berbeda dari kampus asal, yaitu Teknologi Informasi. Ada tiga mata kuliah yang benar-benar bikin saya semangat: Ekonomi Kreatif, Fotografi, dan UI/UX. Selain karena topiknya seru, dosennya juga keren abis! Mereka sangat up-to-date dengan perkembangan teknologi, dan banyak di antaranya punya pengalaman di dunia startup. Setiap kelas terasa hidup dan penuh dengan ide-ide segar. Saya merasa dapat banyak ilmu baru yang sangat bermanfaat.

    Tinggal di Yogya? Satu kata: seruuuuuu! Saya sering jalan-jalan, menjelajah kuliner khas seperti gudeg, bakso ikan, tahu aci, dan nggak ketinggalan sate serigala yang legendaris itu. Pantai-pantai di Yogya juga nggak kalah keren! Selain itu, saya suka jalan kaki pulang dari kampus ke kos, sambil menikmati suasana Yogya yang tenang dengan orang-orang yang ramah. Malioboro dan Alun-Alun Kidul (Alkid) jadi tempat favorit saya, selalu ramai dengan makanan dan kerajinan tangan yang menarik.

    Tapi yang paling berkesan adalah teman-teman PMM. Kami semua berjumlah 48 orang dari berbagai daerah, dan kepala suku kami dengan bangga menyebut kami "Yogya48". Kami sering mengadakan acara seru seperti potluck, senam pagi, dan malam keakraban yang bikin kami semakin akrab satu sama lain. Dari sini, saya belajar betapa indahnya perbedaan. Kami sering berbagi cerita tentang budaya dari daerah masing-masing, dan rasanya saya jadi lebih menghargai setiap perbedaan yang ada.

    Selain kuliah, setiap Sabtu kami diajak jalan-jalan dalam kegiatan Modul Nusantara. Dua dosen kami, Bu Rumini dan Pak Fahri, serta dua LO, Mbak Shafilla dan Mas Herman, membawa kami menjelajahi tempat-tempat bersejarah di Yogya. Kami belajar tentang toleransi keagamaan di kota ini, mengunjungi Kelenteng dan masjid yang lokasinya berdekatan. Kami juga pergi ke Keraton Yogyakarta, Monumen Yogya Kembali, Gua Banker, hingga melihat jejak letusan Gunung Merapi. Sebagai penutup, kami berkontribusi dengan menanam pohon mangrove di pantai, sebuah pengalaman yang bikin saya merasa lebih terhubung dengan alam.

    Nggak terasa, empat bulan dua minggu di Yogya berlalu begitu cepat. Dan tiba-tiba saja, kami sudah di H-2 untuk kembali ke kampus asal. Acara pelepasan diwarnai dengan banyak pelukan dan air mata. Berat rasanya meninggalkan semua kenangan dan teman-teman di sini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang sudah menghadirkan program MBKM ini, khususnya PMM Batch 3. Program ini mempertemukan kami—orang-orang dari berbagai pulau dan daerah—di satu titik kecil bernama Yogya, dan menciptakan sebuah keluarga baru.

    Oh iya, buat kalian yang mau ikut program serupa, saya punya beberapa tips nih! Pertama, jangan malu untuk belajar sedikit bahasa dan budaya lokal. Itu bikin interaksi kalian dengan warga setempat jadi lebih seru. Kedua, buat daftar tempat yang pengen dikunjungi selama di Yogya—pastikan Candi Borobudur dan Pantai Parangtritis masuk daftar ya! Dan yang paling penting, nikmati setiap momen di sana!

**"Terima kasih, Yogyakarta, telah menjadi rumah kedua yang hangat dan ramah. Di setiap sudutmu, aku menemukan kedamaian, di setiap langkahku, ada cerita yang tak terlupakan. Kau ajarkan aku makna sederhana tentang hidup—bagaimana cinta tumbuh dalam kebersahajaan dan harapan mekar di tengah keramaian. Dari gemuruh ombak Parangtritis hingga gemerlap lampu Malioboro, setiap detik bersamamu akan selalu terpatri dalam kenangan. Terima kasih, Yogya, telah memelukku dengan budaya, senyum, dan cerita yang tak pernah pudar."**


Sampai jumpa di ceritaku berikutnya yaaa!
Bye bye bye!


Rumah: Berbentuk Bangunan atau Seseorang?

  Rumah: Berbentuk Bangunan atau Seseorang? Apa yang pertama kali terlintas di pikiranmu, Saat kamu mendengar kata "Rumah" ? Apaka...